Gambar oleh Walkerssk dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu
mengenai pernikahan antara al-Aswad dengan seorang wanita shalihah keturunan
Persia bernama Azadz. Dan walaupun seharusnya setelah pernikahan tersebut
hubungan al-Aswad dengan segenap keturunan Persia yang lain berjalan ke arah yang
lebih baik, akan tetapi bagi al-Aswad hal tersebut tidak akan terjadi selamanya,
karena sebagaimana yang disebutkan oleh para sejarawan, al-Aswad tidak
henti-hentinya senantiasa merendahkan Fairuz juga Dadzawaih yang bisa dikatakan
bahwa mereka berdua adalah pemuka para keturunan Persia yang tinggal di Yaman.
Belum lagi al-Aswad juga menambahkan nama
sang komando militer pasukannya yakni Qais bin ‘Abdi Yaguts ke dalam daftar
orang yang senantiasa dia lecehkan setiap harinya.
BACA JUGA:
KEMUNCULAN AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 3).
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 2).
Dan pada saat keadaan Yaman sedang kacau
karena aura jahat yang di sebarkan oleh al-Aswad ke segenap penjuru Yaman, dan kaum
muslimin sendiri hidup setiap harinya dalam keadaan waspada, sahabat Mu’adz bin
Jabal (Radhiyallahu ‘Anhu) pun memutuskan untuk menikah dengan sorang
wanita yang berasal dari suku Bani Bukrah. Suku ini adalah salah satu suku
cabang dari suku induk yakni suku as-Sukun.
Pernikahan beliau sendiri bukanlah hanya
sekedar pernikahan, karena walaupun tujuan utama beliau dari melangsungkan
pernikahan tersebut adalah mengikuti sunnah Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam). Ternyata beliau juga ingin agar pernikahannya dengan seorang
wanita yang berasal dari salah satu suku cabang suku as-Sukun akan memperkuat
hubungannya dengan suku as-Sukun itu sendiri, sehingga tentunya dengan pernikahan
tersebut beliau telah mengunci sebuah kerja sama dan persekutuan yang sangat
penting untuk menghadapi al-Aswad beserta bala tentaranya.
Wanita yang dinikahi oleh sahabat Mu’adz
ini bernama Ramlah, hal ini juga informasi mengenai pernikahan beliau dengan
wanita tersebut saya ambil dari kitabnya Ibnu Jarir ath-Thabariy (Rahimahullah).
Ibnu Jarir juga menyebutkan dalam kitabnya
bahwa sejak awal kedatangan sahabat Mu’adz di negeri Yaman, beliau telah di
buat kagum oleh suku as-Sukun. Hingga dikatakan bahwa beliau suatu hari pernah
berdo’a yang dimana bunyi do’a beliau adalah sebagaimana berikut: “Ya Allah,
bangkitkanlah aku pada hari kiamat bersama suku as-Sukun”, beliau juga pernah
berdo’a: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa suku as-Sukun”.
Dan setelah pernikahan tersebut datanglah
sebuah surat yang berasal dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam),
yang dimana pada surat tersebut beliau memerintahkan kaum muslimin untuk
bangkit dan melakukan perlawanan sekaligus merebut kembali daerah mereka yang
telah dirampas oleh al-Aswad. Surat ini sampai ke tangan sahabat Mu’adz, dan
beliau pun bangkit bersama kaum muslimin, kembali mengobarkan semangat juang
mereka demi melaksanakan perintah Nabi dengan sebaik-baiknya.
Setelah kedatangan surat dari Rasulullah,
keadaan di Yaman mulai berubah sedikit demi sedikit, dan angin sepoi-sepoi pun
mulai bertiup ke arah kaum muslimin. Kekuasaan al-Aswad sedang diambang bahaya…
(pada artikel kali ini saya hanya akan
memaparkan kisah ringkas mengenai terbunuhnya al-Aswad, adapun rinciannya Insya
Allah akan menyusul pada artikel-artikel selanjutnya).
Berkata Ibnul Jauziy (Rahimahullah)
di dalam kitabnya al-Muntadzam fi Tarikhil Muluki wal Umam setelah
beliau menjelaskan mengenai kedatangan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam), beliau berkata: “…Maka kaum muslimin pun mengajak Qais bin ‘Abdi
Yaguts untuk bekerja sama (melengserkan al-Aswad) karena mereka telah melihat
bahwa semakin hari perlakuan al-Aswad kepada Qais semakin buruk.
Kaum muslimin menemui Qais dan
memberitahunya perihal surat dan perintah Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) yang ada dalam surat tersebut, maka setelah mendengar semuanya dari
kaum muslimin, Qais pun menyanggupi ajakan mereka. Dan sebagai langkah awal,
mereka terlebih dahulu harus mendatangi istri al-Aswad yakni Adzaz. (karena
Adzaz adalah seorang wanita shalihah yang beriman kepada Allah dan RasulNya, belum
lagi fakta bahwa al-Aswad lah yang telah membunuh suami pertamanya yang
sama-sama beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka pastinya dukungan Adzaz akan
sangat penting bagi kelancaran rencana pelengseran al-Aswad).
Ketika kaum muslimin telah bertemu dengan
Adzaz, mereka berkata padanya: “Orang inilah (yakni al-Aswad) yang telah
membunuh ayahmu (suamimu), maka bagaimana pendapatmu?”.
Adzaz menjawab: “Dia adalah makhluk Allah
yang paling aku benci, akan tetapi kalian harus tahu bahwa dia itu sangat
terjaga, karena para pengawalnya senantiasa berjaga-jaga di sekitar istananya. Dan
satu-satunya tempat yang kosong dari penjagaan yang ketat adalah rumah ini”.
Maka pada malam harinya mereka menyusup
secara diam-diam masuk ke dalam rumah tersebut, dan Fairuz lah yang masuk
terlebih dahulu, dan sesampainya dia di kamar tidur al-Aswad, dia segera
memegang kepalanya dan langsung menebasnya, dan seketika al-Aswad mengeluarkan
sebuah lenguhan layaknya lenguhan sapi yang sangat besar. Mendengar lenguhan
tersebut, para pengawal yang berjaga-jaga di sekitar rumah segera berlarian
ingin masuk akan tetapi mereka di halangi oleh Adzaz. Mereka berkata padanya: “Apa
yang terjadi di dalam rumah?”. Adzaz menjawab: “Sang Nabi sedang di beri wahyu,
bubarlah kalian dan kembalilah ke posisi kalian semula!”. Setelah itu barulah
al-Aswad meninggal.
…Dan keesokan harinya, Fairuz dan
kawan-kawan meneriakkan sahutan-sahutan atau panggilan-panggilan yang telah
al-Aswad buat bagi para pengikutnya (sebagai tandingan bagi seruan adzan yang
dimiliki oleh kaum muslimin), dan setelah itu mereka juga meneriakkan seruan adzan
(sebagai isyarat agar seluruh rakyat Yaman atau Shan’a berkumpul, baik itu yang
muslim maupun yang telah murtad).
Setelah semuanya berkumpul, Fairuz dan
kawan-kawan berkata: “Kami bersaksi bahwa Muhammad adalah (benar-benar) utusan
Allah, dan ‘Abhalah (al-Aswad) adalah seorang pendusta!”.
…Setelah pengumuman tersebut, para wakil
Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pun kembali ke pos mereka
masing-masing. Mereka juga menulis sebuah surat kepada Rasulullah (yang isinya
adalah pemberitahuan bahwa al-Aswad telah berhasil di bunuh) akan tetapi
ternyata wahyu dari Allah (mengenai terbunuhnya al-Aswad) datang lebih cepat
kepada beliau dari surat tersebut.
Maka setelah beliau menerima wahyu
tersebut, beliau pun keluar dari kamarnya untuk bertemu dengan para sahabat dan
mengkabari mereka bahwa al-Aswad telah berhasil di bunuh. Keluarnya beliau ini
terjadi 1 hari atau 1 malam sebelum beliau meninggal.
Adapun surat yang ditulis oleh para wakil
Rasulullah tiba di Madinah pada saat Rasulullah telah wafat dan Abu Bakar telah
diangkat menjadi khalifah. Dan kekuasaan al-Aswad atas negeri Yaman hanya
berlangsung selama 4 bulan.
Telah mengkabarkan kepada kami Abu Bakar
Muhammad bin al-Husain al-Hajiy dan Ismail bin Ahmad as-Samarqandiy, mereka
berdua berkata: ‘Telah mengkabarkan kepada kami Abul Husain bin an-Naqur, telah
mengkabarkan kepada kami al-Mukhlis, telah mengkabarkan kepada kami Abu Bakar
Ahmad bin Abdillah bin Saif bin Sa’ad, telah mengkabarkan kepada kami as-Sirriy
bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Ibrahim at-Taimiy, telah
menceritakan kepada kami Saif bin Umar, dari Abul Qasim asy-Syannawiy, dari al-‘Ala
bin Ziyad dari Ibnu Umar, beliau berkata: ‘Pada malam ketika al-Ansi di bunuh,
turunlah sebuah wahyu dari langit kepada Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam),
maka beliau pun keluar (dari rumahnya) untuk memberikan kabar gembira kepada
kami, beliau bersabda: {“Pada malam tadi al-Ansi al-Aswad telah dibunuh, dia
dibunuh oleh seseorang yang diberkahi yang berasal dari keluarga yang diberkahi”},
para sahabat bertanya: “Dan siapakah gerangan orang itu?”. Beliau menjawab: {“Dia
adalah Fairuz, sungguh Fairuz telah menang”}.
Inilah kisah ringkas mengenai terbunuhnya
al-Aswad al-Ansi, dan Insya Allah rincian-rinciannya akan saya kisahkan pada
artikel-artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment