Friday, September 3, 2021

KEISLAMAN SUKU-SUKU YAMAN (BAG, 4).

 

Gambar oleh Rajesh Balouria dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ini adalah kisah terakhir mengenai masuk Islamnya suku-suku Yaman, pada kisah ini syaikh Shafyyur Rahman memfokuskan kisahnya dengan hanya bercerita mengenai penghancuran sebuah patung yang di miliki oleh suku Bujailah dan Khuts’am.

Bagaimanakah kisah tersebut?...

BACA JUGA:

KEISLAMAN SUKU-SUKU YAMAN (BAG, 3).

BEBERAPA KEJADIAN PENTING YANG TERJADI SEBELUM KEMUNCULAN AL-ASWAD AL-ANSI. 

Berkata syaikh Shafiyyur Rahman: “Kedatangan sahabat Jarir bin Abdillah al-Bajaliy dan peristiwa penghancuran patung Dzil Khullashah.

Pada suatu hari datanglah sahabat Jarir bin Abdillah al-Bajaliy menghadap Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). dan beliau ini termasuk ke dalam pembesar-pembesar sahabat.

Konon suku tempat beliau berasal yakni suku Bujailah dan Khuts’am memiliki sebuah patung yang sangat besar yang mereka jadikan sebagai sesembahan. Patung tersebut bernama Dzul Khullashah.

Saking bangganya anggota kedua suku tersebut terhadap patung Dzul Khullashah, mereka pun menyamakannya dengan Ka’bah. (mereka mengatakan bahwa patung tersebut setara kedudukannya dengan kedudukan yang di miliki oleh Ka’bah. Hal ini tentu saja tidak benar).

Diantara bukti yang menunjukkan akan kebanggaan mereka terhadap patung tersebut adalah perkataan mereka yang mengisyaratkan akan setaranya kedudukan Ka’bah dengan Dzul Khullashah.

Mereka berkata mengenai Ka’bah, “Bahwa Ka’bah adalah Ka’bahnya (tempat beribadahnya dan tempat berhajinya) orang-orang yang berasal dari negeri Syam dan sekitarnya (seperti Madinah, Makkah, Iraq, dll).

Adapun mengenai patung mereka yang bernama Dzul Khullashah ini, mereka berkata, “Bahwa patung Dzul Khullashah adalah Ka’bahnya (tempat beribadahnya dan tempat berhajinya) orang-orang yang berasal dari negeri Yaman dan sekitarnya (seperti Yaman sendiri, Oman, Najran, dll)”.

Mendengar perkataan mereka tentu saja Rasulullah jengkel dan marah, karena bagaimana bisa sebuah patung yang hanya terbuat dari kayu ataupun batu bisa menyamai Ka’bah dalam hal keagungan dan kemuliaannya?.

Lanjut ke kisah, syaikh Shafiyyur Rahman melanjutkan: “Maka pada suatu hari Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) berkata kepada Jarir bin Abdillah: {“Bisakah kamu mengistirahatkanku dari Dzil Khullashah?”}.

(maksud beliau adalah “Bisakah engkau Jarir mengistirahatkan pikiranku dari perilaku kaummu yang sangat membangga-banggakan patung mereka yang bernama Dzul Khullashah ini?”. Belum lagi penyembahan terhadap patung-patung sendiri memang sangatlah dilarang oleh agama Islam. Maka oleh karena itu Nabi pun meminta kepada Jarir agar dia menghancurkan patung Dzul Khullashah tersebut).

Syaikh Shafiyyur Rahman melanjutkan: “…Maka ketika Jarir mendengar permintaan Nabi ini, beliau pun mengadukan kepada Nabi bahwa beliau mempunyai masalah (yang dimana masalah inilah yang sepertinya telah menghalanginya dari memusnahkan patung Dzul Khullashah sejak dulu) yang dimana masalah tersebut adalah ketidak mampuannya dalam mengendarai dan tetap berada diatas punggung kuda selama kuda tersebut berjalan maupun berlari.

Mendengar hal ini Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pun langsung memukulkan (telapak) tangannya yang mulia ke dada Jarir bin Abdillah seraya berdoa: {“Ya Allah, tetapkanlah dia (diatas punggung kuda) dan jadikanlah dia seorang pemberi petunjuk sekaligus seseorang yang senantiasa di beri petunjuk”}.

Maka semenjak hari itu, Jarir bin Abdillah tidak pernah lagi terjatuh dari punggung kuda ketika dia mengendarainya.

Setelah di doakan oleh Nabi, Jarir segera berangkat menuju ke tempat bersemayamnya patung Dzul Khullashah bersama 150 penunggang dari sukunya suku Ahmas -suku Ahmas ini adalah salah satu cabang dari suku induk yakni suku Bujailah-.

Sesampainya Jarir dan sahabat-sahabatnya di tempat Dzul Khullashah, beliau segera menghancurkan patung tersebut sekaligus rumah yang menaunginya selama ini, membakarnya, dan meninggalkannya dalam keadaan hangus terbakar.

Lalu setelah semuanya selesai, Jarir segera mengirim Abu Arthaah kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) demi mengkhabari beliau akan suksesnya misi penghancuran patung Dzul Khullashah.

Dan ketika beliau mendengar kabar tersebut, beliau pun langsung mendoakan keberkahan bagi kuda-kudanya suku Ahmas juga bagi para pengendara kuda-kuda tersebut sebanyak lima kali”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Dan ketika keadaan di Yaman telah tenang, dan ketika semuanya hidup dalam keadaan damai dan tentram, tiba-tiba muncullah seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang Nabi yang diutus…

Siapakah orang itu?.

Insya Allah kisah mengenai orang tersebut akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.    

 

 

0 comments:

Post a Comment