Gambar oleh Dan Fador dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnul Atsir ketika melanjutkan
kisah mengenai al-Aswad: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘…Maka aku pun
memutuskan untuk menemui Adzaz yang dimana wanita ini di nikahi oleh al-Aswad
setelah dia membunuh suaminya yang bernama Syahr bin Badzan.
Tujuanku dari menemuinya adalah untuk
mengajaknya agar dia bersedia untuk ikut andil dalam rencana yang akan kami
jalankan, juga sekaligus mengingatkannya perihal peristiwa ketika suaminya
dibunuh (oleh al-Aswad), keluarga-keluarganya di bantai, dan berbagai bentuk
pelecehan yang dilakukan oleh al-Aswad terhadap kehormatan para wanita…’”.
BACA JUGA:
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 3).
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).
Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir menyebutkan
secara rinci dialog yang terjadi antara Adzaz dan Jizynas, dialog tersebut
sebagaimana berikut…
Jisynas berkata: “Aku pun memutuskan untuk
menemui istri al-Aswad yang bernama Adzaz, dan ketika aku telah bertemu
dengannya aku berkata padanya: ‘Wahai puteri pamanku, sungguh aku telah
mengetahui seberapa besar kejahatan orang ini (al-Aswad) terhadap kaummu, dia
telah membunuh suamimu, membantai sebagian besar kaummu, gemar melecehkan dan
merendahkan orang-orang yang tersisa dan masih hidup dari mereka, juga gemar
melecehkan kehormatan wanita. Maka dengan semua kejahatan yang dilakukannya
ini, apakah engkau bisa membantu kami?’.
Dia bertanya kembali: “Membantu kalian
untuk melakukan apa?”.
Aku menjawab: “Membantu kami untuk
mengusirnya”.
Dia menimpali jawabanku dengan berkata: “Atau
membunuhnya?”.
Aku menjawab: “Iya, atau membunuhnya”.
Dia berkata: “Baiklah, aku akan membantu
kalian dalam melakukan hal tersebut. Sungguh Allah tidak pernah menciptakan sesosok
makhluk yang paling aku benci selain dirinya. Dia tidak pernah menunaikan
hak-hak Allah, dan juga sangat gemar melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang. Oleh karena itu, jika kalian telah siap untuk melakukan misi kalian,
maka beritahu aku, karena aku akan menunjuki kalian terhadap apa saja yang
dibutuhkan untuk menuntaskan misi ini!”.
Lanjut ke kisah yang dibawakan oleh Ibnul
Atsir, beliau berkata: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘Setelah dialog antara
diriku dengan Adzaz selesai, aku pun segera keluar (dari rumahnya) untuk
menemui Fairuz, Dadzawaih, dan Qais, juga sekaligus untuk memberitahu mereka
perihal dialog yang terjadi antara diriku dengan Adzaz.
Dan saat kami tengah berbincang, tiba-tiba
datanglah seorang utusan yang diutus oleh al-Aswad untuk menyuruh Qais agar
segera menghadap dirinya di istana, maka Qais pun segera berangkat menuju istana.
Sesampainya dia di sana, ternyata dia masuk
bersamaan dengan masuknya 10 orang yang berasal dari suku Mudzhij dan Hamadan. Dan
dengan masuknya kesepuluh orang tersebut, Qais pun tidak bisa mewujudkan
keinginannya untuk segera membunuh al-Aswad’”.
Pada saat Qais telah bertemu dengan
al-Aswad, terjadilah percakapan antara mereka berdua yang bunyinya sebagaimana
berikut…
Al-Aswad berkata: “Bukankah aku telah mengatakan
kepadamu hal-hal yang benar sementara engkau mengatakan kepadaku hal-hal yang
dusta!. Sungguh dia (si setan) berkata: ‘Sungguh sangat buruk, sungguh sangat
buruk!. Jika engkau tidak memotong tangan Qais sekarang, maka pasti dia nanti
yang akan memotong lehermu sebagai gantinya!’”.
Pada saat al-Aswad mengatakan hal ini, Qais
merasa seakan-akan dia pasti akan segera di eksekusi oleh al-Aswad pada saat
itu juga.
Dia pun membalas perkataan al-Aswad dengan
berkata: “Sungguh apa yang dia (setan itu) beritahukan kepadamu adalah sebuah
kebohongan. Apakah aku akan membunuhmu sementara engkau adalah utusan Allah!. Oleh
karena itu perintahkanlah orang-orangmu untuk melakukan sesuatu terhadap diriku
sesuka hatimu, atau jika engkau enggan, maka bunuhlah aku saja, karena sungguh
1 kematian itu lebih ringan bagiku daripada aku harus mati berkali-kali setiap
hari!”.
Ibnul Atsir berkata: “Berkata Jisynas: ‘Ketika
mendengar perkataan Qais tadi, al-Aswad pun merasa iba padanya dan segera
memerintahkannya untuk keluar dari istana, maka Qais pun keluar.
Dan pada saat dia melewati kami, dia
berkata: “Selesaikanlah (segera) pekerjaan kalian!”. Sembari tetap berjalan dan
tidak berdiam diri bersama kami’”.
Dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Katsir, Jisynas berkata: “Dan pada saat kami sedang berunding di
depan pintu istana, tiba-tiba al-Aswad keluar (menuju pekarangan istana) dimana
(di tempat tersebut) telah di siapkan baginya 100 ekor hewan campuran antara
unta dan sapi.
Sesampainya dia di tempat berkumpulnya 100
ekor unta dan sapi tersebut, dia langsung membuat sebuah garis, dan ke seratus
ekor hewan tadi di bariskan di sisi lain dari garis tersebut. Dan al-Aswad sendiri
berdiri di sisi satunya.
Dan saat semua hewan tadi telah dibariskan,
dia langsung menyembelih semua hewan tadi secara membabi-buta hingga tidak ada
satu hewan pun yang sempat melangkahkan kakinya melewati garis yang telah di
buat olehnya. Dan saat proses penyembelihan yang ganas tersebut usai, semua
hewan-hewan tadi pun bergerak-gerak tanpa aturan hingga nyawanya di cabut.
Qais berkata saat melihat kejadian ini: “Aku
tidak pernah melalui satu hari pun yang lebih menakutkan dan lebih brutal dari
hari tersebut”.
Kemudian al-Aswad berkata kepada Fairuz: “Apakah
benar apa yang telah sampai di telingaku mengenai dirimu wahai Fairuz?. Sungguh
aku benar-benar ingin menyembelihmu sebagaimana aku menyembelih hewan-hewan ini!”.
Dia mengatakan hal tersebut sembari mengambil sebatang tombak.
Fairuz menjawab: “Sungguh engkau telah
memilih kami untuk menjadi iparmu, dan telah memuliakan kami dari segenap
keturunan Persia yang lain. Jikalau saja engkau ini bukanlah seorang Nabi, maka
pasti kami telah memberikan segala kemuliaan ini ke tangan orang lain. Bagaimana
mungkin kami rela memberikan segala kemuliaan tersebut ke tangan orang lain
jika kami mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus sebagai gantinya?. Maka oleh
karena itu, janganlah engkau terima mentah-mentah semua yang di sampaikan orang
kepada dirimu. Karena kami ini senantiasa melakukan apa saja yang engkau
ridhoi!”.
Setelah mendengar hal ini, al-Aswad pun
menjadi tenang dan reda amarahnya, dia pun memerintahkan Fairuz untuk
membagi-bagikan daging unta dan sapi yang tadi di sembelihnya kepada semua
masyarakat. Maka Fairuz pun segera melaksanakan perintah tersebut dengan sangat
baik.
Dan ketika pekerjaannya telah selesai, dia
segera kembali ke istana demi menemui al-Aswad, akan tetapi saat dia sampai di
gerbang istana, dia mendengar sayup-sayup ada seseorang yang tengah
membicarakan dirinya bersama dengan al-Aswad…”.
Apa gerangan yang dibicarakan oleh orang
tersebut bersama al-Aswad mengenai Fairuz?.
Insya Allah kelanjutan kisahnya akan saya
sampaikan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment