Gambar oleh jplenio dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu
bahwa pada saat Jisynas kembali ke tempat teman-temannya setelah bertemu dengan
Adzaz dan al-Aswad sekaligus, mereka semua pun langsung waspada untuk
menghadapi kemungkinan terburuk dimana rencana mereka akan diketahui oleh
al-Aswad. Akan tetapi ternyata al-Aswad sama sekali tidak curiga dengan
kedatangan Jisynas ke rumahnya pada saat itu, maka oleh karenanya Adzaz pun
menenangkan al-Aswad bahwa Jisynas hanyalah seorang sepupu yang ingin
mengunjunginya dan dia bukanlah seseorang yang mempunyai niat buruk kepada
istrinya yakni Adzaz sendiri. Al-Aswad sendiri adalah seorang pencemburu dimana
dia tidak akan membiarkan seorang pun untuk duduk bersama istrinya tanpa
sepengetahuannya.
Dan setelah Adzaz mengirimkan seseorang
kepada Jisynas dan kawan-kawan demi memberi tahu mereka bahwa rencana mereka
masih tetap aman, Jisynas dan kawan-kawan pun memutuskan untuk mengutus Fairuz
menuju rumah al-Aswad untuk bertemu dengan Adzaz dan mempersiapkan segala
sesuatunya…
BACA JUGA:
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).
BEBERAPA KEJADIAN YANG TERJADI DI TAHUN 11 HIJRIYYAH.
Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah): “Maka
datanglah Fairuz ke rumah al-Aswad demi mempersiapkan segala sesuatunya sebelum
datangnya malam…”
(disebutkan dalam kitabnya Ibnu Jarir dan
juga kitabnya Ibnul Atsir bahwa rumah al-Aswad pada saat itu memiliki semacam
kayu untuk melapisi dan menghiasi tembok rumahnya, sementara rencana mereka
adalah mereka akan menyusup lewat sebuah lubang pada tembok rumah tersebut yang
akan mereka buat pada malam harinya dan mereka tidak akan masuk lewat pintu
karena itu sangat beresiko ketahuan oleh para penjaga yang bisa saja melihat
mereka pada saat masuk di malam harinya, oleh karenanya karena rumah al-Aswad
memiliki pelapis tembok yang terbuat dari kayu, maka tugas Fairuz sore itu
adalah melepas beberapa pelapis kayu tersebut untuk kemudian menutupinya dengan
sesuatu hingga tidak terlalu terlihat jelas bahwa pelapisnya telah dilepas, dan
pada saat itu Fairuz berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik)
Ibnu Katsir (Rahimahullah)
melanjutkan: “…Dan saat dia telah selesai melakukan pekerjaannya dia pun duduk
bersama Adzaz seakan-akan dia adalah seseorang yang sedang bertamu, dia duduk
bersamanya selama beberapa waktu demi menghindari kecurigaan orang lain. Dan tidak
lama kemudian al-Aswad pun datang dan masuk ke rumahnya sementara Fairuz masih
ada di dalam (dan karena al-Aswad adalah seorang pencemburu, dia pun langsung
marah ketika melihat ada sesosok lelaki asing yang masuk ke rumahnya dan duduk
berdua bersama istrinya tanpa kehadirannya sebanyak 2 kali berturut-turut) oleh
karena itu dia langsung berkata ketika melihat Fairuz (yang tentunya dia tidak
tahu bahwa orang itu adalah Fairuz, karena pada saat itu hari telah beranjak
sore dan hampir memasuki malam): “Siapa ini?”.
Adzaz menjawab: “Dia adalah saudara lelakiku
dari sepersusuan, dan dia juga adalah sepupuku”.
Akan tetapi sebagaimana yang terjadi pada
Jisynas sebelumnya, al-Aswad tetap mengusir keluar Fairuz dari rumahnya, maka
Fairuz pun keluar dan segera pergi menuju ke markas teman-temannya.
Dan di malam harinya, berangkatlah Fairuz bersama
teman-temannya menuju rumah al-Aswad, dan sesampainya mereka di sana, mereka
langsung membuat sebuah lubang pada tembok rumah (yang telah di tandai tentunya
oleh Fairuz di sore harinya) dan segera masuk ke rumah setelah lubang tersebut siap.
Sesampainya mereka di dalam, mereka
mendapati sebuah lentera (sebagaimana yang dijanjikan oleh Adzaz sebelumnya) pada
sebuah nampan dan mereka pun mengambilnya. Setelah itu Fairuz kemudian maju
menuju tempat tidur yang seprainya terbuat dari sutera dimana al-Aswad sedang
tidur pulas di atasnya sambil mengorok karena mabuk, dan Adzaz sendiri sedang
duduk di sisi tempat tidur tersebut.
Pada saat Fairuz telah sampai di pintu
kamar tidur tersebut, tiba-tiba setannya al-Aswad (memiliki ide brilian karena dia
tidak ingin kehilangan seorang teman dengan begitu mudahnya) mendudukkan
al-Aswad diatas kasurnya -dan al-Aswad sendiri masih tertidur dengan pulasnya-,
dan setelah tubuh al-Aswad tegak dalam posisi duduk, setannya pun berbicara
seakan-akan al-Aswad sendirilah yang berbicara, si setan berkata: “Ada masalah
apa yang terjadi antara diriku dengan dirimu wahai Fairuz?”.
Melihat hal ini tentu saja Fairuz
ketakutan, akan tetapi karena dia tidak ingin kabur dan meninggalkan Adzaz
seorang diri diambang bahaya, dia pun langsung merubuhkan tubuh al-Aswad yang
besarnya laksana unta tersebut dan mencekiknya untuk kemudian memutar lehernya
(hingga patah) sekaligus membengkokkan tubuhnya.
Kemudian Fairuz segera bangkit hendak pergi
keluar kamar menemui sahabat-sahabatnya (karena dia merasa bahwa dengan
serangan sehebat itu pasti al-Aswad telah tamat). Akan tetapi sebelum dia melewati
pintu, Adzaz langsung menarik bajunya (karena sebagaimana yang dituliskan oleh
Ibnu Jarir dan Ibnul Atsir bahwa Adzaz merasa bahwa al-Aswad belum meninggal)
sembari berkata: “Kemana kamu ingin pergi dan rela meninggalkan keluargamu di
sini (seorang diri diambang bahaya)?”. Adzaz merasa bahwa Fairuz belum membunuh
al-Aswad.
Fairuz menjawab: “Aku hanya ingin keluar
menemui teman-temanku dan memberitahu mereka bahwa aku telah membunuhnya”.
Dan pada saat Fairuz dan teman-temannya
masuk ke kamar tersebut hendak memenggal kepala al-Aswad, ternyata si setan
tidak kehabisan akal, karena dia memutuskan untuk menggerak-gerakkan tubuh
al-Aswad yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.
Fairuz dan teman-temannya tidak bisa
menguasai tubuh al-Aswad yang sedang bergerak-gerak dengan hebatnya hingga ada
2 orang dari mereka yang duduk diatas punggungnya hingga membuat tubuh tersebut
diam, Adzaz sendiri langsung menarik rambut al-Aswad yang pada saat itu
mulutnya sedang berkomat-kamit tidak jelas, sementara yang lain langsung
memenggal kepalanya, dan pada saat itulah tiba-tiba al-Aswad mengeluarkan suara
lenguhan seperti lenguhannya sapi yang sangat keras hingga membuat para penjaga
yang sedang berjaga malam langsung berkumpul di depan rumah sembari
bertanya-tanya: “Apa yang sedang terjadi?”.
Melihat bahwa para penjaga telah berkumpul
di depan rumah, Adzaz yang tidak ingin aksi Fairuz dan kawan-kawan ketahuan
segera menemui para penjaga tadi dan berkata kepada mereka: “Tadi adalah suara Nabi
yang sedang di beri wahyu”.
Mendengar jawaban tersebut, mereka pun
kembali bubar ke pos masing-masing. Dan setelah itu duduklah Qais, Fairuz dan
Dadzawaih (tentu saja Jisynas juga ikut karena dialah yang bercerita) untuk
bermusyawarah mengenai bagaimana cara mereka untuk memberitahu rakyat Shan’a
secara umum bahwa sang Nabi palsu telah wafat?.
Maka mereka sepakat bahwa mereka akan
memanggil pada pagi harinya semua warga Shan’a yang muslim maupun yang telah
murtad dengan panggilan yang telah dibuat oleh al-Aswad sebelumnya untuk
mengumpulkan rakyat Shan’a.
Dan di pagi harinya, berdirilah Qais di
atas benteng Shan’a untuk kemudian meneriakkan panggilan yang dibuat oleh
al-Aswad, hingga ketika semua orang telah berkumpul Qais pun segera melantunkan
adzan, dikatakan bahwa Wabr bin Yuhannas lah yang melantunkan adzan. Kemudian setelah
selesai berkatalah (Qais atau Wabr atau mereka semua yang terlibat dalam
pembunuhan al-Aswad): “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan
bahwa ‘Abhalah (al-Aswad) adalah seorang pendusta!”.
Setelah itu Fairuz dan kawan-kawan melemparkan
kepala al-Aswad yang berada di dalam sebuah kantong ke arah rakyat Shan’a yang
sedang berkumpul, dan ketika para pengikut al-Aswad melihat kepala pemimpin
mereka tersebut, mereka segara berlarian kabur dari tempat itu, dan kaum muslimin
segera mengejar mereka dan menangkapi mereka semua.
Setelah semua kejadian tersebut, agama
Islam pun kembali berjaya di negeri Yaman. Dan para wakil Rasulullah (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) bisa kembali ke pos mereka masing-masing.
Adapun tiga orang sekawan yang mempunyai
andil besar dalam terbunuhnya al-Aswad (yakni Fairuz, Dadzawaih dan Qais)
mereka semua saling berselisih mengenai siapa diantara mereka yang lebih berhak
menjadi pemimpin baru bagi rakyat Yaman. Akan tetapi pada akhirnya mereka
sepakat untuk menjadikan sahabat Mu’adz bin Jabal (Radhiyallahu ‘Anhu)
sebagai pemimpin umum dengan mengangkat beliau sebagai imam sholat di sana.
Setelah itu mereka menulis surat kepada
Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) yang berisi pemberitahuan
bahwa al-Aswad telah berhasil di bunuh, walaupun beliau telah diberitahu lebih
dulu oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) mengenai kabar tersebut di malam ketika
Fairuz dan kawan-kawan sedang beraksi”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah kisah Fairuz dan rakyat Yaman
akan berlanjut di artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment