Friday, September 24, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 6).

 

Gambar oleh jplenio dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu bahwa pada saat Jisynas kembali ke tempat teman-temannya setelah bertemu dengan Adzaz dan al-Aswad sekaligus, mereka semua pun langsung waspada untuk menghadapi kemungkinan terburuk dimana rencana mereka akan diketahui oleh al-Aswad. Akan tetapi ternyata al-Aswad sama sekali tidak curiga dengan kedatangan Jisynas ke rumahnya pada saat itu, maka oleh karenanya Adzaz pun menenangkan al-Aswad bahwa Jisynas hanyalah seorang sepupu yang ingin mengunjunginya dan dia bukanlah seseorang yang mempunyai niat buruk kepada istrinya yakni Adzaz sendiri. Al-Aswad sendiri adalah seorang pencemburu dimana dia tidak akan membiarkan seorang pun untuk duduk bersama istrinya tanpa sepengetahuannya.

Dan setelah Adzaz mengirimkan seseorang kepada Jisynas dan kawan-kawan demi memberi tahu mereka bahwa rencana mereka masih tetap aman, Jisynas dan kawan-kawan pun memutuskan untuk mengutus Fairuz menuju rumah al-Aswad untuk bertemu dengan Adzaz dan mempersiapkan segala sesuatunya…

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).

BEBERAPA KEJADIAN YANG TERJADI DI TAHUN 11 HIJRIYYAH.

Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah): “Maka datanglah Fairuz ke rumah al-Aswad demi mempersiapkan segala sesuatunya sebelum datangnya malam…”

(disebutkan dalam kitabnya Ibnu Jarir dan juga kitabnya Ibnul Atsir bahwa rumah al-Aswad pada saat itu memiliki semacam kayu untuk melapisi dan menghiasi tembok rumahnya, sementara rencana mereka adalah mereka akan menyusup lewat sebuah lubang pada tembok rumah tersebut yang akan mereka buat pada malam harinya dan mereka tidak akan masuk lewat pintu karena itu sangat beresiko ketahuan oleh para penjaga yang bisa saja melihat mereka pada saat masuk di malam harinya, oleh karenanya karena rumah al-Aswad memiliki pelapis tembok yang terbuat dari kayu, maka tugas Fairuz sore itu adalah melepas beberapa pelapis kayu tersebut untuk kemudian menutupinya dengan sesuatu hingga tidak terlalu terlihat jelas bahwa pelapisnya telah dilepas, dan pada saat itu Fairuz berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik)

Ibnu Katsir (Rahimahullah) melanjutkan: “…Dan saat dia telah selesai melakukan pekerjaannya dia pun duduk bersama Adzaz seakan-akan dia adalah seseorang yang sedang bertamu, dia duduk bersamanya selama beberapa waktu demi menghindari kecurigaan orang lain. Dan tidak lama kemudian al-Aswad pun datang dan masuk ke rumahnya sementara Fairuz masih ada di dalam (dan karena al-Aswad adalah seorang pencemburu, dia pun langsung marah ketika melihat ada sesosok lelaki asing yang masuk ke rumahnya dan duduk berdua bersama istrinya tanpa kehadirannya sebanyak 2 kali berturut-turut) oleh karena itu dia langsung berkata ketika melihat Fairuz (yang tentunya dia tidak tahu bahwa orang itu adalah Fairuz, karena pada saat itu hari telah beranjak sore dan hampir memasuki malam): “Siapa ini?”.

Adzaz menjawab: “Dia adalah saudara lelakiku dari sepersusuan, dan dia juga adalah sepupuku”.

Akan tetapi sebagaimana yang terjadi pada Jisynas sebelumnya, al-Aswad tetap mengusir keluar Fairuz dari rumahnya, maka Fairuz pun keluar dan segera pergi menuju ke markas teman-temannya.

Dan di malam harinya, berangkatlah Fairuz bersama teman-temannya menuju rumah al-Aswad, dan sesampainya mereka di sana, mereka langsung membuat sebuah lubang pada tembok rumah (yang telah di tandai tentunya oleh Fairuz di sore harinya) dan segera masuk ke rumah setelah lubang tersebut siap.

Sesampainya mereka di dalam, mereka mendapati sebuah lentera (sebagaimana yang dijanjikan oleh Adzaz sebelumnya) pada sebuah nampan dan mereka pun mengambilnya. Setelah itu Fairuz kemudian maju menuju tempat tidur yang seprainya terbuat dari sutera dimana al-Aswad sedang tidur pulas di atasnya sambil mengorok karena mabuk, dan Adzaz sendiri sedang duduk di sisi tempat tidur tersebut.

Pada saat Fairuz telah sampai di pintu kamar tidur tersebut, tiba-tiba setannya al-Aswad (memiliki ide brilian karena dia tidak ingin kehilangan seorang teman dengan begitu mudahnya) mendudukkan al-Aswad diatas kasurnya -dan al-Aswad sendiri masih tertidur dengan pulasnya-, dan setelah tubuh al-Aswad tegak dalam posisi duduk, setannya pun berbicara seakan-akan al-Aswad sendirilah yang berbicara, si setan berkata: “Ada masalah apa yang terjadi antara diriku dengan dirimu wahai Fairuz?”.

Melihat hal ini tentu saja Fairuz ketakutan, akan tetapi karena dia tidak ingin kabur dan meninggalkan Adzaz seorang diri diambang bahaya, dia pun langsung merubuhkan tubuh al-Aswad yang besarnya laksana unta tersebut dan mencekiknya untuk kemudian memutar lehernya (hingga patah) sekaligus membengkokkan tubuhnya.

Kemudian Fairuz segera bangkit hendak pergi keluar kamar menemui sahabat-sahabatnya (karena dia merasa bahwa dengan serangan sehebat itu pasti al-Aswad telah tamat). Akan tetapi sebelum dia melewati pintu, Adzaz langsung menarik bajunya (karena sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Atsir bahwa Adzaz merasa bahwa al-Aswad belum meninggal) sembari berkata: “Kemana kamu ingin pergi dan rela meninggalkan keluargamu di sini (seorang diri diambang bahaya)?”. Adzaz merasa bahwa Fairuz belum membunuh al-Aswad.

Fairuz menjawab: “Aku hanya ingin keluar menemui teman-temanku dan memberitahu mereka bahwa aku telah membunuhnya”.

Dan pada saat Fairuz dan teman-temannya masuk ke kamar tersebut hendak memenggal kepala al-Aswad, ternyata si setan tidak kehabisan akal, karena dia memutuskan untuk menggerak-gerakkan tubuh al-Aswad yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.

Fairuz dan teman-temannya tidak bisa menguasai tubuh al-Aswad yang sedang bergerak-gerak dengan hebatnya hingga ada 2 orang dari mereka yang duduk diatas punggungnya hingga membuat tubuh tersebut diam, Adzaz sendiri langsung menarik rambut al-Aswad yang pada saat itu mulutnya sedang berkomat-kamit tidak jelas, sementara yang lain langsung memenggal kepalanya, dan pada saat itulah tiba-tiba al-Aswad mengeluarkan suara lenguhan seperti lenguhannya sapi yang sangat keras hingga membuat para penjaga yang sedang berjaga malam langsung berkumpul di depan rumah sembari bertanya-tanya: “Apa yang sedang terjadi?”.

Melihat bahwa para penjaga telah berkumpul di depan rumah, Adzaz yang tidak ingin aksi Fairuz dan kawan-kawan ketahuan segera menemui para penjaga tadi dan berkata kepada mereka: “Tadi adalah suara Nabi yang sedang di beri wahyu”.

Mendengar jawaban tersebut, mereka pun kembali bubar ke pos masing-masing. Dan setelah itu duduklah Qais, Fairuz dan Dadzawaih (tentu saja Jisynas juga ikut karena dialah yang bercerita) untuk bermusyawarah mengenai bagaimana cara mereka untuk memberitahu rakyat Shan’a secara umum bahwa sang Nabi palsu telah wafat?.

Maka mereka sepakat bahwa mereka akan memanggil pada pagi harinya semua warga Shan’a yang muslim maupun yang telah murtad dengan panggilan yang telah dibuat oleh al-Aswad sebelumnya untuk mengumpulkan rakyat Shan’a.

Dan di pagi harinya, berdirilah Qais di atas benteng Shan’a untuk kemudian meneriakkan panggilan yang dibuat oleh al-Aswad, hingga ketika semua orang telah berkumpul Qais pun segera melantunkan adzan, dikatakan bahwa Wabr bin Yuhannas lah yang melantunkan adzan. Kemudian setelah selesai berkatalah (Qais atau Wabr atau mereka semua yang terlibat dalam pembunuhan al-Aswad): “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan bahwa ‘Abhalah (al-Aswad) adalah seorang pendusta!”.

Setelah itu Fairuz dan kawan-kawan melemparkan kepala al-Aswad yang berada di dalam sebuah kantong ke arah rakyat Shan’a yang sedang berkumpul, dan ketika para pengikut al-Aswad melihat kepala pemimpin mereka tersebut, mereka segara berlarian kabur dari tempat itu, dan kaum muslimin segera mengejar mereka dan menangkapi mereka semua.

Setelah semua kejadian tersebut, agama Islam pun kembali berjaya di negeri Yaman. Dan para wakil Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bisa kembali ke pos mereka masing-masing.

Adapun tiga orang sekawan yang mempunyai andil besar dalam terbunuhnya al-Aswad (yakni Fairuz, Dadzawaih dan Qais) mereka semua saling berselisih mengenai siapa diantara mereka yang lebih berhak menjadi pemimpin baru bagi rakyat Yaman. Akan tetapi pada akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan sahabat Mu’adz bin Jabal (Radhiyallahu ‘Anhu) sebagai pemimpin umum dengan mengangkat beliau sebagai imam sholat di sana.

Setelah itu mereka menulis surat kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) yang berisi pemberitahuan bahwa al-Aswad telah berhasil di bunuh, walaupun beliau telah diberitahu lebih dulu oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) mengenai kabar tersebut di malam ketika Fairuz dan kawan-kawan sedang beraksi”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah Fairuz dan rakyat Yaman akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Was-Salam.  

 

   

 

0 comments:

Post a Comment